|
Fatimah Az-Zahro’
|
Sayedina Hussein
|
Ali Zainal Abidin
|
Muhammad Al-Baqir
Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Digelari Al-Baqir
(yang membelah bumi) karena kapasitas keilmuan beliau yang begitu
mendalam sehingga diibaratkan dapat membelah bumi dan mengeluarkan
isinya yang berupa pengetahuan-pengetahuan. Nama panggilan beliau adalah
Abu Ja’far.
Al-Imam Ibnu Al-Madiny meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah (semoga Allah meridhoi mereka berdua) bahwasannya Jabir berkata kepada Imam Muhammad Al-Baqir yang pada waktu itu masih kecil,
“Rasulullah SAW mengirimkan salam untukmu.” Beliau bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?.” Jabir menjawab, “Pada
suatu hari saya sedang duduk bersama Rasulullah SAW, sedangkan
Al-Husain (cucu beliau) lagi bermain-main di pangkuan beliau. Kemudian
Rasulullah SAW berkata, ‘Pada suatu saat nanti, dia (yaitu Al-Husain)
akan mempunyai seorang putra yang bernama Ali (Zainal Abidin). Jika hari
kiamat datang, akan terdengar seruan, ‘Berdirilah wahai pemuka para
ahli ibadah.’ Maka kemudian putranya (yaitu Ali-Zainal Abidin) itu akan
bangun. Kemudian dia (yaitu Ali Zainal Abidin) akan mempunyai seorang
putra yang bernama Muhammad. Jika engkau sempat menjumpainya, wahai Jabir, maka sampaikan salam dariku.’ “
Beliau, Muhammad Al-Baqir,
adalah keturunan Rasul SAW dari jalur ayah dan ibu. Beliau adalah
seorang yang berilmu luas. Namanya menyebar seantero negeri. Ibu beliau
adalah Ummu Abdullah, yaitu Fatimah bintu Al-Hasan bin Ali bin Abi
Thalib (semoga Allah meridhoi mereka semua). Beliau dilahirkan di kota
Madinah pada hari Jum’at, 12 Safar 57 H, atau 3 tahun sebelum gugurnya
ayahnya, Al-Imam Al-Husain.
Dari sebagian kalam mutiara beliau adalah,
“Tidaklah
hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan
berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih.”
“Sesungguhnya petir itu dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, akan tetapi tak akan menyambar seorang yang berdzikir.”
“Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan.”
“Seburuk-buruknya
seorang teman itu adalah seseorang yang hanya menemanimu ketika kamu
kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin.”
“Kenalkanlah rasa kasih-sayang di dalam hati saudaramu dengan cara engkau memperkenalkannya dulu di dalam hatimu.”
Beliau jika tertawa, beliau berkata, “Ya Allah, janganlah Engkau timpakan murka-Mu kepadaku.”
Beliau adalah seorang yang mencintai dua orang yang agung, yaitu Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi mereka berdua).
Diantara kalam mutiara beliau yang lain, saat beliau berkata kepada putranya, “Wahai
putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci
setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan
banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak
akan tahan dalam menunaikan kewajiban.”
Di antara kalam mutiara beliau yang lain,
“Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan itu terus padamu, maka
perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rezeki itu datangnya
lambat, maka perbanyaklah istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, maka
perbanyaklah ucapan ‘Laa haula wa laa quwwata illaa billah’. Jika
engkau takut pada suatu kaum, ucapkanlah, ‘Hasbunallah wa ni’mal
wakiil’. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah, ‘Maa
syaa’allah, laa quwwata illaa billah’. Jika engkau dikhianati,
ucapkanlah, ‘Wa ufawwidhu amrii ilaallah, innaallaha bashiirun bil
‘ibaad’. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illaa
Anta, Subhaanaka innii kuntu minadz dzolimiin.’ “
Beliau
wafat di kota Madinah pada tahun 117 H (dalam riwayat lain 114 H atau
118 H) dan disemayamkan di pekuburan Baqi’, tepatnya di qubah Al-Abbas
disamping ayahnya. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan qamisnya yang
biasa dipakainya shalat. Beliau meninggalkan beberapa orang anak, yaitu
Ja’far, Abdullah, Ibrahim, Ali, Zainab dan Ummu Kultsum. Putra beliau
yang bernama Ja’far dan Abdullah dilahirkan dari seorang ibu yang
bernama Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq.
Radhiyallohu anhu wa ardhah…
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba’alawy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar